Viktimologi
merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang korban dan segala aspeknya,
disinilah viktimologi memiliki manfaat untuk memenuhi rasa keadilan bagi si
korban karena sekarang perlindungan hukum bagi korban merupakan salah satu
kebutuhan yang semakin mendesak. Hal ini disebabkan kurangnya pengaturan secara
tegas dan jelas tentang perlindungan hukum terhadap korban dalam KUHAP. Sistem
peradilan pidana lebih mengedepankan bagaimana penjatuhan sanksi pidana kepada
pelaku. Sementara perlindungan hukum terhadap korban dalam pemeriksaan
pengadilan
kurang diperhatikan. Dua hal yang terkait satu sama lain, yakni subyek kejahatan dan obyek kejahatan. Subyek kejahatan adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yakni pelaku kejahatan. Obyek kejahatan dapat berupa harta benda, mahluk hidup yang bukan manusia (seperti hewan, tumbuhan dan sebagainya) maupun manusia itu sendiri. Manusia dapat menjadi obyek kejahatan antara lain dalam kasus pembunuhan, penganiayaan, dan perkosaan. Manusia sebagai obyek kejahatan inilah yang dalam sehari-hari disebut sebagai korban (victim). Korban diartikan sebagai mereka yang menderita fisik, mental, sosial sebagai akibat tindakan jahat dari mereka yang mau memenuhi kepentingan diri sendiri atau pihak yang di rugikan.
kurang diperhatikan. Dua hal yang terkait satu sama lain, yakni subyek kejahatan dan obyek kejahatan. Subyek kejahatan adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yakni pelaku kejahatan. Obyek kejahatan dapat berupa harta benda, mahluk hidup yang bukan manusia (seperti hewan, tumbuhan dan sebagainya) maupun manusia itu sendiri. Manusia dapat menjadi obyek kejahatan antara lain dalam kasus pembunuhan, penganiayaan, dan perkosaan. Manusia sebagai obyek kejahatan inilah yang dalam sehari-hari disebut sebagai korban (victim). Korban diartikan sebagai mereka yang menderita fisik, mental, sosial sebagai akibat tindakan jahat dari mereka yang mau memenuhi kepentingan diri sendiri atau pihak yang di rugikan.
Permasalahan
korban (victim) menjadi permasalahan hukum yang membutuhkan satu pemikiran yang
serius. Korban sebagai pihak yang dirugikan langsung, tidak memiliki akses yang
kuat untuk dapat menentukan sikap yang berhubungan apa yang sedang dialaminya.
Menguatnya perlindungan terhadap tersangka atau terdakwa dalam KUHAP ternyata
hingga saat ini belum diimbangi dengan perhatian yang sama terhadap nasib
korban kejahatan yang juga mengalami nasib yang sama, yaitu terabaikannya oleh
sistem peradilan pidana.
Dalam proses peradilan khususnya peradilan
pidana sekarang ini hak-hak korban yang telah di langgar tersebut ada di tangan
jaksa dan korban hanyalah sebagai pendukung jaksa, jadi dalam peradilan yang
sekarang jaksa yang aktif dan korban cenderung pasif dalam menuntut, Korban
dalam hal ini menurut Arif Gosita, “hanya difungsikan/dimanfaatkan sebagai
sarana pembuktian saja..”Disamping itu, dengan semakin meningkatnya perhatian
terhadap pembinaan narapidana, yaitu melalui berbagai bentuk perumusan
kebijakan, seringkali ditafsirkan sebagai sesuatu yang tidak berkaitan dengan
pemenuhan kepentingan korban secara langsung, sehingga dengan demikian, tidak
mengherankan apabila perhatian terhadap korban semakin jauh dari peradilan pidana
di Indonesia.
Korban sebagai pihak yang dirugikan
dalam hal terjadinya suatu kejahatan, seyogyanya juga harus mendapat perhatian
dan pelayanan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap kepentingannya.
Pelayanan dalam hal ini bukan diartikan sebagai suatu kesamaan perlakuan,
melainkan adalah digantungkan pada situasi dan kondisi dengan mempertimbangkan
berbagai faktor, terutama yang menyangkut faktor keterlibatan korban itu
sendiri dalam hal terjadinya delik. Maka oleh sebab itu, adalah penting dalam
rangka kajian kriminologi, penologi dan viktimologi untuk memberikan perhatian
dan perlakuan kepada pembuat kejahatan dan korbannya secara seimbang, baik
mengenai hak maupun kewajiban agar dapat mencerminkan rasa tanggung jawab atas
peran sertanya masing-masing dalam hal terjadinya kejahatan.
Dalam kaitannya dengan keterlibatan
negara untuk melindungi secara konkret dan individual terhadap korban, ada
dua garis besar dalam viktimologi yaitu yang pertama adalah
berdasarkan pada kerangka pemikiran, bahwa negara turut bersalah dalam hal
terjadinya penimbulan korban, dan karena itu sewajarnyalah negara memberikan
kompensasi kepada si korban, di samping kemungkinan adanya restitusi yang
diberikan oleh si pelaku kepada korban. Kedua adalah
pendekatan positivistis (yang mencari sebab musabab kejahatan, etiologi
kriminal) dan lebih memperhatikan proses-proses yang terjadi dalam sistem
peradilan pidana dan struktur masyarakatnya, Kedua pemikiran di atas telah
membuka dimensi-dimensi baru dalam melihat gejala kejahatan ini, cara-cara
penanggulangannya dan peranan negara dalam menyeimbangkan perhatian antara
pelaku dan korban dalam terjadinya peristiwa kejahatan itu.
No comments:
Post a Comment