Monday, July 25, 2016

Kedududkan Viktimologi Di Dalam Peradilan Indonesia



Viktimologi merupakan ilmu pengetahuan yang mengkaji tentang korban dan segala aspeknya, disinilah viktimologi memiliki manfaat untuk memenuhi rasa keadilan bagi si korban karena sekarang perlindungan hukum bagi korban merupakan salah satu kebutuhan yang semakin mendesak. Hal ini disebabkan kurangnya pengaturan secara tegas dan jelas tentang perlindungan hukum terhadap korban dalam KUHAP. Sistem peradilan pidana lebih mengedepankan bagaimana penjatuhan sanksi pidana kepada pelaku. Sementara perlindungan hukum terhadap korban dalam pemeriksaan pengadilan
kurang diperhatikan. Dua hal yang terkait satu sama lain, yakni subyek kejahatan dan obyek kejahatan. Subyek kejahatan adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yakni pelaku kejahatan. Obyek kejahatan dapat berupa harta benda, mahluk hidup yang bukan manusia (seperti hewan, tumbuhan dan sebagainya) maupun manusia itu sendiri. Manusia dapat menjadi obyek kejahatan antara lain dalam kasus pembunuhan, penganiayaan, dan perkosaan. Manusia sebagai obyek kejahatan inilah yang dalam sehari-hari disebut sebagai korban (victim). Korban diartikan sebagai mereka yang menderita fisik, mental, sosial sebagai akibat tindakan jahat dari mereka yang mau memenuhi kepentingan diri sendiri atau pihak yang di rugikan.
         Permasalahan korban (victim) menjadi permasalahan hukum yang membutuhkan satu pemikiran yang serius. Korban sebagai pihak yang dirugikan langsung, tidak memiliki akses yang kuat untuk dapat menentukan sikap yang berhubungan apa yang sedang dialaminya. Menguatnya perlindungan terhadap tersangka atau terdakwa dalam KUHAP ternyata hingga saat ini belum diimbangi dengan perhatian yang sama terhadap nasib korban kejahatan yang juga mengalami nasib yang sama, yaitu terabaikannya oleh sistem peradilan pidana.
         Dalam proses peradilan khususnya peradilan pidana sekarang ini hak-hak korban yang telah di langgar tersebut ada di tangan jaksa dan korban hanyalah sebagai pendukung jaksa, jadi dalam peradilan yang sekarang jaksa yang aktif dan korban cenderung pasif dalam menuntut, Korban dalam hal ini menurut Arif Gosita, “hanya difungsikan/dimanfaatkan sebagai sarana pembuktian saja..”Disamping itu, dengan semakin meningkatnya perhatian terhadap pembinaan narapidana, yaitu melalui berbagai bentuk perumusan kebijakan, seringkali ditafsirkan sebagai sesuatu yang tidak berkaitan dengan pemenuhan kepentingan korban secara langsung, sehingga dengan demikian, tidak mengherankan apabila perhatian terhadap korban semakin jauh dari peradilan pidana di Indonesia.
         Korban sebagai pihak yang dirugikan dalam hal terjadinya suatu kejahatan, seyogyanya juga harus mendapat perhatian dan pelayanan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap kepentingannya. Pelayanan dalam hal ini bukan diartikan sebagai suatu kesamaan perlakuan, melainkan adalah digantungkan pada situasi dan kondisi dengan mempertimbangkan berbagai faktor, terutama yang menyangkut faktor keterlibatan korban itu sendiri dalam hal terjadinya delik. Maka oleh sebab itu, adalah penting dalam rangka kajian kriminologi, penologi dan viktimologi untuk memberikan perhatian dan perlakuan kepada pembuat kejahatan dan korbannya secara seimbang, baik mengenai hak maupun kewajiban agar dapat mencerminkan rasa tanggung jawab atas peran sertanya masing-masing dalam hal terjadinya kejahatan.
         Dalam kaitannya dengan keterlibatan negara untuk melindungi secara konkret dan individual terhadap korban, ada dua garis besar dalam viktimologi yaitu yang pertama adalah berdasarkan pada kerangka pemikiran, bahwa negara turut bersalah dalam hal terjadinya penimbulan korban, dan karena itu sewajarnyalah negara memberikan kompensasi kepada si korban, di samping kemungkinan adanya restitusi yang diberikan oleh si pelaku kepada korban. Kedua adalah pendekatan positivistis (yang mencari sebab musabab kejahatan, etiologi kriminal) dan lebih memperhatikan proses-proses yang terjadi dalam sistem peradilan pidana dan struktur masyarakatnya, Kedua pemikiran di atas telah membuka dimensi-dimensi baru dalam melihat gejala kejahatan ini, cara-cara penanggulangannya dan peranan negara dalam menyeimbangkan perhatian antara pelaku dan korban dalam terjadinya peristiwa kejahatan itu.

No comments:

Post a Comment