Sunday, July 3, 2016

Mengenal Apa Itu Pidana Umum, Pidana Militer, dan Pidana Fiskal

Hallo sobat blogger kali ini saya akan coba menuangkan sedikit pengetahuan melalui media tulisan ini, saya akan membahas tentang apa sih itu Pidana Umum, Pidana Militer dan Pidana Fiskal, baiklah sobat langsung ke point nya saja ya.

Hukum pidana umum sebenarnya memiliki beberapa istilah yang mana pada Undang-Undang Tahun 1950 no. 1 pasal 34 di pakai istilah "perkara hukuman perdata" hal mana pada hemat saya adalah cukup membingungkan. Undang-Undang Darurat Tahun 51 no. 1 pasal 5b menggunakan istilah "Hukum Pidana sipil". istilah ini jauh lebih baik
dan dapat diteruskan sebab dalam istilah tersebut dinyatakan perbedaannya dengan hukum Pidana militer. Saya katakan Pidana umum tersebut berlaku untuk umum, karena itu juga berlaku bagi militer, meskipun bagi mereka itu khusus berlaku Hukum Pidana militer (S.1934-167 jo. Undang-Undang 1974 no.39). Bahwa hukum pidana sipil ini juga berlaku bagi anggota-anggota tentara, antara lain tertuang pada pasal 1 dikatakan bahwa aturan-aturan umum termasuk juga Bab IX KUHP pada umumnya berlaku dalam menggunakan KUHP militer. Dalam pasal 2: jika perbuatan yang dilakukan oleh orang yang tunduk pada KUHP militer tidak ada disebut di situ, maka dipakai perbuatan pidana yang tersebut dalam KUHP umum. Dalam pasal 3: Ketentuan-ketentuan mengenai perbuatan-perbuatan yang di muat dalam KUHP yang dilakukan di perahu atau kapal, atau bersangkutan dengan perahu atau kapal angkatan perang, kecuali jika isi ketentuannya sendiri mengecualikan berlakunya atau jika perbuatan-perbuatan itu dikenakan aturan-aturan Hukum Pidana yang lebih berat.

Hukum Pidana Fiskal
Berlainan dengan hukum pidana militer yang merupakan kekhususan di samping hukum pidana umum, maka hukum pidana fiskal mempunyai cara atau sistem tersendiri yang berlainan dengan hukum pidana umum. Hukum pidana fiskal berupa aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan pidana yang tersebut dalam perundang-undangan (alg. verord) mengenai penghasilan dan persewaan negara (s Lands middelen en pachten) yang sistemnya berlainan dengan sistem KUHP oleh karena sebelum KUHP ada, itu sudah ada, dan di langsungkan berlakunya sesudah ada KUHP oleh pasal 4 Invoeringsverordening v.h. Wetboek w. Strafrecht (Engelbrecht tahun 1950 hal. 1082). Dalam pasal ini di tentukan: pada saat berlakunya W.v.S masih tetap berlaku ketentuan tentang hal-hal yang di atur dalam buku I s.d VIII dan ketentuan pidana yang tersebut dalam perundang-undangan umum mengenai penghasilan dan persewaan negara. Jadi, disini ternyata bahwa sistem yang dipakai dalam KUHP fiskal sebelum ada KUHP, masih terus dipakai. Perbedaan sistem anatara lain ternyata dalam Pasal 4 ayat (4) Inv. verord tadi, yang menetukan bahwa dalam hal ditentukan denda, dan terhukum tidak bisa membayar jumlah itu dapat diambil dan penjualan barang-barangnya terhukum atau barang-barang yang ada dalam aturan yang bersangkutan dinyatakan executable untuk bayar denda tersebut. Jadi, eksekusi pidana denda dalam hukum pidana fiskal dilakukan seperti dalam perkara perdata, jika yang kalah tidak bisa membayar kerugian yang ditetapkan oleh hakim. Ini berlainan dngan sistem KUHP di mana Pasal 30 ayat (2) ditentukan bahwa jika denda tidak di bayar, maka harus di ganti dengan pidana kurungan pengganti (vervangende hechtenis). Agar terhukum mau membayar denda, maka dia dapat "digijzeling" dalam hukum pidana fiskal atau perintah hakim yang menjatuhkan pidana (pasal 4 ayat (5)). Peraturan-peraturan pidana dalam hukum pidana fiskal di pandang sebagai pelanggaran, tetapi perihal
  • Menyerahkan terpidana pada pemerintah jika belum berumur 16 tahun;
  • Percobaan dan pembantuan;
  • Tenggang (termijn) kadaluwarsa (verjaring);
Untuk penentuan dan perjalanan pidana, tidak diikuti aturan-aturan mengenai hal itu yang berlaku bagi pelanggaran, tetapi yang berlaku bagi kejahatan. Semuanya itu kalau tidak ditentukan lain dalam perundang-undangan yang bersangkutan. Oleh karena perbuatan-perbuatan pidana fiskal, jika tidak ditentukan lain, dipandang sebagai pelanggaran, maka dalam pembuktian juga diturut pembuktian yang berlaku bagi pelanggaran, yaitu bahwa pada umumnya tidak perlu di buktikan tentang kesalahan terdakwa, cukup bahwa di buktikan terdakwa melakukan perbuatan pidana itu.



Sumber: Asas-asas Hukum Pidana; Prof. Moeljatno, S.H.

No comments:

Post a Comment